Assalamualaikum sahabat Nhae semuanya...
Gimana kabarnya hari ini...??? Sehat-sehat sajakah...??!
Semoga kita semua berada dalam lindungan Allah swt... Amiiin... :)
Hari ini kita cerita apa? Serba bingung,,,
Mari kita mulai saja !!!
Right that.. 

Pagi ini udara berhembus dengan sangat lembut membuat tubuh gigil semakin berada di angan-angan hingga mata pun terasa berat. Wajar saja bawaan mengantuk, Waktu tidur hanya dua jam, sisanya begadang hingga pukul tiga dinihari dikarenakan tugas yang harus segera diselesaikan.
Sama seperti pagi-pagi sebelumnya, aku melirik ke arah seorang teman yang sedang terlelap, "Kebetulan sekali, ini hari Minggu," bisikku pelan kemudian mulai memejamkan mata yang terlihat lelah berjaga semalaman.
Tepat pukul 08.00 pagi ini, aku dan seorang temanku; Sinta segera mengemasi barang-barang untuk dipindahkan ke rumah yang baru. Dikarenakan lingkungan dan kondisi rumah yang kami tempati sekarang sudah tidak layak untuk ditinggali lagi, aku dan Sinta lalu menyegerakan pemindahan.
"Akhirnya jadi juga kita pindah, Nay," ucapnya penuh semangat.
"Iya, Ta. Setidaknya nanti kita mulai dari awal lagi untuk menyesuaikan diri ditempat yang baru," balasku.
Setelah proses pemindahan peralatan dan koper-koper selesai disusun rapi, ternyata banyak barang-barang keperluan lainnya yang belum lengkap di rumah ini. Jadi, Aku dan Sinta berniat untuk membelinya besok dan butuh sedikit bantuan dari kekasihnya.
Keesokan paginya, seperti biasa. Pagi tetap saja membuat gigil tubuh yang berjaga semalaman dan lelah seharian untuk tetap memulai aktifitas pagi. Aku dan Sinta bahkan belum terlelap samasekali.
"Nay, lihat jam tuh. Tadi malam kita begadang berdua sampai pagi gini."
Ku lirik jam yang tertempel didinding tembok warna putih, "iya, ya Ta. Sekarang pukul 07.30 pagi. Aku harus ke kampus. Telat bakalan duduk diluar nanti."
"Iya sana, mandi gih. Aku hari ini masuknya siang Nay, lagian kamu juga kenapa mau nemenin aku nonton semalaman tadi. Aneh," ejek Sinta.
Seharian dikampus tidak ada yang istimewa, hawanya tetap sama. Hingga sore hari ini, ketika tiba dirumah, aku melihat Khai kekasihnya Sinta sudah menunggu didepan pintu dengan membawa seorang teman, yang pastinya adalah seorang lelaki. "Baru pulang, Nay?" tanya nya.
"Iya, kak." balasku singkat kemudian langsung masuk ke dalam rumah.
"Ayo, siap-siap kamu Nay. Kita ditungguin tuh, sekalian keluar beli barang keperluan yang kurang kemarin." Sinta yang sedang berdandan tiba-tiba mendorong aku agar segera berganti pakaian.
"Kenapa bukan kamu dan kak Khai saja Ta yang belanja? Aku mah gaenakan jadi obat nyamuk nanti."
"Mana boleh gitu, aku jalan, kamu juga harus ikut jalan. Itu juga kak Khai bawa teman kok buat dikenalin ke kamu."
"Aduh Ta, janganlah. Males aku mau kenal orang. Apalagi itu cowo kan? Males pake banget. Kamu saja ya yang pergi. Aku dirumah buat jaga-jaga saja." pintaku
"Yaudah, biar adil sama-sama kita duduk dirumah saja." Sinta menyudahi.
Sepi, diam, hening dan bungkam. Suasana terasa tak beraturan. Akhirnya aku menyetujui untuk ikut bepergian bersama mereka. Kekasihnya Sinta lantas memperkenalkan kepadaku salah seorang teman yang dia bawa. Aku dan Vino pun diperkenalkan. Tanpa membuang waktu akhirnya kita jalan-jalan ke swalayan untuk membeli peralatan dengan berboncengan menggunakan dua buah kendaraan.
"Kamu pendiam ya Nay," Vino mulai bertanya.
"Iya, sedikit kak." jawabku segera mengakhiri agar tak perlu menjawab ketika ditanyai lagi.
Waktu berputar cepat, tak terasa jam di tanganku sudah menunjukkan pukul 20.00. Hati dan pikiranku pun mulai tak sejalan. "Kemana Sinta dan kak Khai?" gumamku dalam hati. Mereka menghilang dibalik gelapnya malam dan hiruk-pikuknya jalanan kota saat ini. Aku sedikit merasa takut, sosok Vino, aku belum begitu mengenalnya. Dan ini kali pertamanya aku berboncengan dengan lelaki selain dari keluargaku sendiri.
"Kak, dapat kabar dari mereka tidak?" tanyaku sembari berusaha menutupi rasa takut dan canggung karena kecepatan kendaraan yang dibawa Vino semakin melambat.
"Mereka kan pasangan kekasih, jangan cemas dek." Vino menertawakanku.
"Tambah kecepatannya kak kalau begitu, aku harus tiba dirumah secepatnya."
"Lho, ga makan dulu kamu dek? Kita berhenti makan dulu ya."
"Gausah kak, Nay sudah harus tiba dirumah secepatnya." teriakku berhubung keadaan dijalan yang semakin padat.
Jujur pada saat ini, aku tak menginginkan tempat apapun selain dari rumah. Aku merasa ketakutan, cemas, canggung ketika bersama seseorang yang baru saja ku kenal. Takut pada motif-motif yang teselubung. Cemas karena sepanjang perjalanan pulang aku tak menemukan Sinta. "Dimana mereka?" lirihku menggumam.
Tepat pukul 22.00, akhirnya tiba dirumah tanpa makan malam. Jarak yang dilewati dari kota menuju rumah memakan waktu dua jam perjalanan. Ku lirik sekilas pintu rumah dan lampu didalam, ternyata Sinta masih belum pulang. "Terimakasih kak. Nay masuk duluan ya, permisi." ucapku menyudahi.
"Tunggu dek, mau dibelikan makanan tidak? Biar diantarkan kesini nanti." teriak Vino sebelum aku mulai membuka pintu.
"Tidak usah, terimakasih." jawabku singkat.
Akhirnya ku dengar suara kereta Vino yang sudah meninggalkan pekarangan rumah. Dan Sinta juga telah kembali. Semoga hal seperti ini tidak terulang lagi. Sunyinya malam menghiasi lelahnya hati yang serabutan, mengalihkan mata yang berusaha memejam, yang malah menatap langit-langit rumah dengan tajam.
Hari berganti, waktu berlalu; melaju. Ternyata Vino hampir setiap hari berkunjung ke rumah. Alasannya klise, untuk menemani kak Khai bertemu Sinta dan sekalian ingin menanyakan kabar hatiku. Apakah akan segera membalas perasaannya dan menerima cintanya atau masih membutuhkan waktu untuk dapat dimaklumi.
Bukannya aku sombong dan tidak tahu diri. Untuk saat ini aku hanya tidak ingin memiliki hubungan percintaan dengan siapapun. Aku bahkan tidak terpikirkan untuk berpacaran. Sama sekali tidak. Yang aku inginkan saat ini hanyalah belajar, belajar, dan belajar lagi agar perhatianku tidak buyar, agar kelulusanku nanti mendapatkan nilai yang optimal.
Sekian...
"Nay, lihat jam tuh. Tadi malam kita begadang berdua sampai pagi gini."
Ku lirik jam yang tertempel didinding tembok warna putih, "iya, ya Ta. Sekarang pukul 07.30 pagi. Aku harus ke kampus. Telat bakalan duduk diluar nanti."
"Iya sana, mandi gih. Aku hari ini masuknya siang Nay, lagian kamu juga kenapa mau nemenin aku nonton semalaman tadi. Aneh," ejek Sinta.
Seharian dikampus tidak ada yang istimewa, hawanya tetap sama. Hingga sore hari ini, ketika tiba dirumah, aku melihat Khai kekasihnya Sinta sudah menunggu didepan pintu dengan membawa seorang teman, yang pastinya adalah seorang lelaki. "Baru pulang, Nay?" tanya nya.
"Iya, kak." balasku singkat kemudian langsung masuk ke dalam rumah.
"Ayo, siap-siap kamu Nay. Kita ditungguin tuh, sekalian keluar beli barang keperluan yang kurang kemarin." Sinta yang sedang berdandan tiba-tiba mendorong aku agar segera berganti pakaian.
"Kenapa bukan kamu dan kak Khai saja Ta yang belanja? Aku mah gaenakan jadi obat nyamuk nanti."
"Mana boleh gitu, aku jalan, kamu juga harus ikut jalan. Itu juga kak Khai bawa teman kok buat dikenalin ke kamu."
"Aduh Ta, janganlah. Males aku mau kenal orang. Apalagi itu cowo kan? Males pake banget. Kamu saja ya yang pergi. Aku dirumah buat jaga-jaga saja." pintaku
"Yaudah, biar adil sama-sama kita duduk dirumah saja." Sinta menyudahi.
Sepi, diam, hening dan bungkam. Suasana terasa tak beraturan. Akhirnya aku menyetujui untuk ikut bepergian bersama mereka. Kekasihnya Sinta lantas memperkenalkan kepadaku salah seorang teman yang dia bawa. Aku dan Vino pun diperkenalkan. Tanpa membuang waktu akhirnya kita jalan-jalan ke swalayan untuk membeli peralatan dengan berboncengan menggunakan dua buah kendaraan.
"Kamu pendiam ya Nay," Vino mulai bertanya.
"Iya, sedikit kak." jawabku segera mengakhiri agar tak perlu menjawab ketika ditanyai lagi.
Waktu berputar cepat, tak terasa jam di tanganku sudah menunjukkan pukul 20.00. Hati dan pikiranku pun mulai tak sejalan. "Kemana Sinta dan kak Khai?" gumamku dalam hati. Mereka menghilang dibalik gelapnya malam dan hiruk-pikuknya jalanan kota saat ini. Aku sedikit merasa takut, sosok Vino, aku belum begitu mengenalnya. Dan ini kali pertamanya aku berboncengan dengan lelaki selain dari keluargaku sendiri.
"Kak, dapat kabar dari mereka tidak?" tanyaku sembari berusaha menutupi rasa takut dan canggung karena kecepatan kendaraan yang dibawa Vino semakin melambat.
"Mereka kan pasangan kekasih, jangan cemas dek." Vino menertawakanku.
"Tambah kecepatannya kak kalau begitu, aku harus tiba dirumah secepatnya."
"Lho, ga makan dulu kamu dek? Kita berhenti makan dulu ya."
"Gausah kak, Nay sudah harus tiba dirumah secepatnya." teriakku berhubung keadaan dijalan yang semakin padat.
Jujur pada saat ini, aku tak menginginkan tempat apapun selain dari rumah. Aku merasa ketakutan, cemas, canggung ketika bersama seseorang yang baru saja ku kenal. Takut pada motif-motif yang teselubung. Cemas karena sepanjang perjalanan pulang aku tak menemukan Sinta. "Dimana mereka?" lirihku menggumam.
Tepat pukul 22.00, akhirnya tiba dirumah tanpa makan malam. Jarak yang dilewati dari kota menuju rumah memakan waktu dua jam perjalanan. Ku lirik sekilas pintu rumah dan lampu didalam, ternyata Sinta masih belum pulang. "Terimakasih kak. Nay masuk duluan ya, permisi." ucapku menyudahi.
"Tunggu dek, mau dibelikan makanan tidak? Biar diantarkan kesini nanti." teriak Vino sebelum aku mulai membuka pintu.
"Tidak usah, terimakasih." jawabku singkat.
Akhirnya ku dengar suara kereta Vino yang sudah meninggalkan pekarangan rumah. Dan Sinta juga telah kembali. Semoga hal seperti ini tidak terulang lagi. Sunyinya malam menghiasi lelahnya hati yang serabutan, mengalihkan mata yang berusaha memejam, yang malah menatap langit-langit rumah dengan tajam.
Hari berganti, waktu berlalu; melaju. Ternyata Vino hampir setiap hari berkunjung ke rumah. Alasannya klise, untuk menemani kak Khai bertemu Sinta dan sekalian ingin menanyakan kabar hatiku. Apakah akan segera membalas perasaannya dan menerima cintanya atau masih membutuhkan waktu untuk dapat dimaklumi.
Bukannya aku sombong dan tidak tahu diri. Untuk saat ini aku hanya tidak ingin memiliki hubungan percintaan dengan siapapun. Aku bahkan tidak terpikirkan untuk berpacaran. Sama sekali tidak. Yang aku inginkan saat ini hanyalah belajar, belajar, dan belajar lagi agar perhatianku tidak buyar, agar kelulusanku nanti mendapatkan nilai yang optimal.
Sekian...